"BILA seluruh juara dunia tinju kelas berat dikumpulkan dalam satu ruangan yang terkunci, maka Rocky Marciano satu-satunya petinju yang akan keluar dari ruangan itu."
Komentar itu diungkapkan oleh seorang penulis olahraga untuk menggambarkan keperkasaan sosok Rocky Marciano, petinju kelas berat yang bertarung di atas ring pada rentan waktu 1948 hingga 1956.
Kegemilangannya di atas ring toh tidak membuat namanya menjadi populer. Faktanya, orang lebih mengenal nama Muhammad Ali ketimbang Rocky yang prestasinya lebih hebat juga dari petinju berjuluk The Greatest itu. Rocky, tak pernah menelan kekalahan, atau imbang, selama kariernya.
Dalam kurun waktu delapan tahun tampil di atas ring, 49 pertarungan ia lewati dan semuanya berakhir dengan kemenangan. Dari ring satu ke ring lain, hanya enam kali lawannya bisa berdiri hingga ronde terakhir. Sisanya, ambruk, mencium kanvas.
Pencapaian The Greatest, Muhammad Ali, tidak sefenomenal itu. Ia pernah menelan lima kali kekalahan. Namun, dari lima kali jumlah kekalahan Ali, tak sekalipun Marciano berperan. Kedua petinju ini memang beda generasi dan tidak pernah berjumpa di atas ring untuk jual beli pukulan. Ali muncul di ring tinju profesional tiga tahun setelah Rocky mengundurkan diri.
Ali sendiri mengidolai Rocky saat masih remaja. Dia masih ingat bagaimana angan-angannya muncul saat mengikuti pertandingan Rocky melalui radio."Dan tetap sebagai juara dunia, Rocky Marciano," begitu ucapan yang sering ia dengar dari radio saat Rocky bertanding. Kalimat yang keluar dari mulut Komentator pertandingan itu membuat Ali ingin bercita-cita suatu hari nanti menjadi juara dunia seperti Rocky.
Bagaimana dengan kisah Rocky saat remaja.Berbeda dengan Ali, dia sepertinya tidak pernah bermimpi akan menjadi seorang juara dunia tinju, meski dia mengidolakan Joe Louis. Seperti anak Amerika kebanyakan, saat itu, Rocky lebih akrab dengan olahraga baseball dan American football. Rocky yang lahir dan besar di Brockton, Massachusetts sering berlatih bersama sang kakak, meski sekali waktu dia juga memukul-mukul kantong surat yang digantungkan ke pohon sebagai samsak.
Pada dekade 1930-an, Amerika bukanlah surga bagi para imigran dan keluarganya. Situasi depresi ekonomi Amerika, mewarnai perkembangan bocah yang lahir pada 1923 ini. Di sekeliling Rocky, banyak keluarga yang kehilangan segala-galanya, akibat hantaman depresi ekonomi itu, beruntung ayah Rocky,tidak kehilangan pekerjaan tetapnya di pabrik sepatu.
Rocky sempat masuk tim baseball di sekolahnya, tapi kemudian dikeluarkan karena ketahuan bermain juga di tim gereja. Saat tingkat 10, Rocky keluar dari sekolah, dan mencoba berbagai profesi sebagai buruh di pabrik sepatu, hingga penggali selokan.
Jalan hidupnya mulai berubah ketika menjalani wajib militer pada usia 19 tahun di mana Rocky ditempatkan di Swansea, Wales untuk membantu suplai logistik yang disalurkan melewati English Channel menuju Normandy.
Justru saat berseragam tentara ini, bakat tinjunya muncul tanpa sengaja. Suatu ketika Rocky tidak senang ditugaskan sebagai asisten koki, dia pun mencari cara supaya bisa menghindari dapur. Akhirnya dia mengikuti pertandingan tinju antar personel Angkatan Darat. Rekornya impresif, meski di level ini dia menelan kekalahan satu-satunya di atas ring.
Meski begitu, dia tidak lantas langsung menekuni tinju ketika sudah berada di luar ketentaraan. Rocky berusaha mengejar cita-citanya sebagai pemain baseball dengan melamar sebuah klub di Chicago. Sayang, kenyataan tidak berpihak kepadanya. Klub menolak Rocky karena akurasi lemparannya buruk. Pupus lah mimpi Rocky.
Tapi siapa sangka, kegagalan itu justru membawanya ke tempat yang akhirnya melambungkan namanya sepanjang masa.Rocky beralih ke ring tinju, dan mengguncangkan dunia. Dia menghajar KO 16 lawan pertamanya.
"Apa yang lebih baik? bila dibandingkan ketika anda menyusuri jalan di berbagai kota dan orang tahu anda adalah juara dunia tinju kelas berat," kata Rocky dalam satu kesempatan, ketika ditanya perasaannya menjadi juara dunia.
Sepak terjang Rocky membuat banyak orang terkejut. Penampilan Rocky memang tidak terlalu meyakinkan pada awalnya. Tampang Rocky kurang sangar bahkan mungkin agak culun, berbeda dengan petinju-petinju kebanyakan. Apalagi badannya tidak terlalu tinggi, 180 cm dan jangkauannya 170 cm.
Rocky sebenarnya memiliki nama lengkap Rocco Francis Marchegiano, namun orang lebih mengenalnya dengan Rocky Marchiano karena di awal kariernya, pembawa acara pertandingan di Rhode Island sulit melafalkan nama belakangnya.
Rocky sempat disodori nama Rocky Mack, sebagai nama panggungnya, tapi nama itu menurutnya kurang menarik. Dia kemudian memilih Marciano, untuk menjaga nuansa Italia tetap melekat pada namanya.
Setelah, kemenangan demi kemenangan dia raih. Akhirnya Rocky harus berduel dengan petinju idolanya, Joe Louis. Dari segi postur, Rocky lebih kecil dengan Joe. Otot-otot tangannya juga kalah kekar, dari petinju bertubuh 189 cm itu.
Namun, selama pertarungan Rocky lah yang memegang kendali. Joe terlihat lebih banyak menunggu. Rocky akhirnya menamatkan perlawanan Joe di ronde ke-8. Dua kali pukulannya mendarat telak di wajah Joe membuat, sang idola terjungkal melewati tali.
Kaki kanan petinju yang punya rekor 72 kemenangan dan dua kekalah itu, masih menggantung di tali pembatas, sedangkan kepalanya menggelayut di bibir lantai ring. Rekor kekalahan Joe bertambah menjadi tiga. Usai pertarungan, tak lama Joe memutuskan pensiun.
Brockton larut dalam pesta menyambut kemenangan Rocky. Kota berpenduduk 56 ribu jiwa yang sunyi malam itu berubah gegap gempita. 5 ribu orang tumpah di jalan-jalan dan pusat kota. Membunyikan klakson mobil dan bernyanyi-nyanyi.
Rocky justru larut dalam sedih. Momen ini sangat emosional baginya. Sampai-sampai dia menangis dan meminta maaf kepada Joe di ruang ganti. Tak pernah terpikirkan oleh Rocky yang saat remaja pernah menjadi pencuci piring, buruh pabrik sepatu, dan penggali selokan itu, bisa berduel dengan idolanya itu di atas ring, apalagi sampai membuatnya ambruk tak berdaya. Dia tidak bisa menutupi perasaannya yang campur aduk setelah memukul KO sang idola.
"Buat apa tangisan itu?," jawab Joe saat Rocky meminta maaf."Yang terbaiklah yang pantas menang. Itu saja," ucap Joe tenang. Joe saat itu berusia 37 tahun sementara Rocky 27 tahun.
Pensiun
Sebelum, pensiun Rocky melakoni pertandingan terakhir menghadapi Archie More pada 21 September 1955. Duel itu sejatinya diagendakan pada 20 September, namun diundur karena badai.
Dalam duel ini, Rocky nyaris kehilangan predikat tak terkalahkan. Pada ronde ke-dua Rocky sempat terjatuh. Ajaibnya, dia bangkit dan menuntaskan perlawanan More di ronde sembilan. Pukulannya seperti terjangan badai. Archie limbung dan ambruk, tak mampu meneruskan pertarungan.
Setelah duel itu, Rocky memutuskan pensiun pada 27 April 1956.Beberapa tahun setelah dia mundur, Muhammad Ali muncul menjadi fenomena baru di dunia tinju. The Greatest menghipnotis dunia karena tak terkalahkan hingga 1970. Dia juga membuat tinju lebih menarik, karena sering mengucapkan komentar-komentar bombastis sebelum bertarung.
Tak salah bila orang berfantasi bisa melihat Muhammad Ali bertarung dengan Rocky. Siapa yang terbaik di antara keduanya menjadi perdebatan seru, sampai-sampai dunia film turun tangan untuk menawarkan rasa penasaran itu.
Sebuah film fantasi mengenai pertarungan kedua petinju hebat itu dibuat pada 1969 dengan tajuk "The Superfight: Rocky Marciano vs Muhammad Ali."
Sang pembuat film mengumpulkan rekaman aksi keduanya saat bertarung secara detil. Kemudian memasukan data kekuatan, kelemahan petinju, gaya, pattern serta faktor-faktor lain, untuk memformulasikannya ke dalam skenario kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan petinju saat bertarung. Semua data itu kemudian dimasukkan ke dalam komputer NCR 213 yang telah dilengkapi dengan program tertentu. Hasilnya adalah sebuah pertarungan imitasi.
Duel fantasi yang disiarkan ESPN itu, ada dua versi. Yang pertama pemenangnya adalah Rocky dan yang kedua adalah Ali. Ali pun ditanyai soal hasil pertandingan fantasi tersebut. "Komputer itu pasti dibuat di Mississippi," jawab Ali menyinggung Mississippi yang ketika itu terkenal sebagai wilayah "rasis" di mana terjadi segregasi kulit putih dan hitam.
Rocky yang juga sempat ditanyai apakah dirinya bisa mengalahkan Ali bila berduel di atas ring dalam pertarungan nyata, hanya menjawab,"Saya sombong bila bilang saya bisa mengalahkannya, tapi saya bohong kalau saya mengatakan tidak bisa," jawab Rocky diplomatis.
"Thesuperfight: Rocky Marciano vs Muhammad Ali" bukan film satu-satunya yang mengangkat nama Rocky. Nama dan kisah kehebatannya di atas ring tinju juga menjadi inspirasi film "Rocky" yang diproduksi hingga enam seri. Sayang Rocky belum sempat menonton film yang dibintangi Sylvester Stallone itu. Rocky tewas pada 31 Agustus 1969 dalam sebuah kecelakaan pesawat. Sang Legenda mengembuskan nafas terakhir, tepat pada malam menjelang ulang tahunnya ke-45.
(fit)